Tampilkan postingan dengan label PENGETAHUAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PENGETAHUAN. Tampilkan semua postingan

Minggu, 14 Juni 2015

FAKTA TENTANG KANJI DALAM BAHASA JEPANG

Sekilas Huruf Kanji

sumber : https://sora9n.wordpress.com/2010/07/28/nihongo-berkenalan-dengan-huruf-kanji/

Huruf Kanji (jp: 漢字 ) adalah huruf Jepang yang diimpor dari aksara Cina. Dinamai “Kanji” karena menyesuaikan dengan istilah Mandarin Hanzi. Hanzi adalah nama aksara tradisional Cina. Seiring berlalunya waktu, aksara ini diserap penggunaannya oleh Bahasa Jepang.
Berbeda dengan huruf latin, Kanji memiliki ciri khas yang unik. Aksara kanji bersifatideogram — yakni, satu aksara melambangkan sebuah gagasan. Misalnya sebagai berikut.
Contoh Kanji:
川 = sungai
風 = angin
星 = bintang
(dan seterusnya)
Uniknya, meskipun contoh-contoh melambangkan satu ide, mereka bisa dibaca dengan cara yang berbeda. Kalau di pelajaran bahasa Indonesia kita sering mendengar istilah homograf — penulisannya sama tapi bacaannya lain. Kasusnya di sini rada mirip dengan itu.
Contoh Kanji:
川 = sungai → bisa dibaca “kawa” ( かわ ) atau “SEN” ( セン )
風 = angin → bisa dibaca “kaze” ( かぜ ) atau “FUU” ( フウ )
星 = bintang → bisa dibaca “hoshi” ( ほし ) atau “SEI” ( セイ )
(dan seterusnya)
Peristiwa di atas terjadi karena huruf Kanji memiliki lebih dari satu cara membaca. Di atas tadi saya sekadar mencontohkan dua, tetapi sebenarnya, terdapat tigamacam cara membaca kanji. Masing-masing disebut cara baca ON (on-yomi), cara baca KUN (kun-yomi), dan cara baca NANORI (nanori-yomi).
Mengenai tiga cara baca tersebut akan kita bahas lebih lanjut di bawah ini. :D

Cara Membaca Kanji: On, Kun, dan Nanori

a) Cara Baca On (On-yomi)

Sebagaimana sudah diceritakan di awal, Kanji adalah huruf Jepang yang diimpor dari aksara Cina. Oleh karena itu terdapat pengucapan Kanji yang menyesuaikan dengan bahasa Cina. Nah, pengucapan kanji jenis ini disebut sebagai On-yomi.
Meskipun begitu, karena perbedaan dialek antara Cina dan Jepang, jadinya pengucapan Kanji tersebut tidak sempurna. Misalnya contoh berikut.
Contoh Kanji:
信 = kebenaran/kejujuran
-> dalam bahasa cina dibaca: ‘xin’
-> dalam on-yomi disesuaikan menjadi: ‘shin’ ( シン )
Sebagaimana bisa dilihat, terdapat penyesuaian dari Mandarin ‘xin’ menjadi Jepang ‘shin’. Meskipun demikian intinya tetap: cara baca ON (on-yomi) adalah cara baca Kanji menyesuaikan dengan aksara Cina.
Otomatis, karena pertalian dengan huruf Cina tersebut, setiap kanji memiliki on-yomi. Sekarang kita kembali ke tiga contoh yang sudah disebut di awal.
Contoh Kanji:
川 = asal Mandarin: ‘chuan’ menjadi on-yomi: “SEN” ( セン )
風 = asal Mandarin: ‘feng’ menjadi on-yomi: “FUU” ( フウ )
星 = asal Mandarin: ‘xing’ menjadi on-yomi: “SEI” ( セイ )
Tentunya contoh lain dapat dicari di kamus. Untuk dicatat, setiap kamus bahasa Jepang menuliskan on-yomi dalam huruf katakana. Jadi ada baiknya memastikan hafalan katakana sebelum belajar on-yomi. ^^
    CATATAN PENTING!
     
    Walaupun yang dicontohkan di atas cuma satu on-yomi, kadang ada kanji yang memiliki dua atau tiga on-yomi. Misalnya kanji 石 (batu) dapat dibaca:
    “SEKI” ( セキ )
    “SHAKU” ( シャク )
    “KOKU” ( コク )
    Untuk memastikan cara baca selengkapnya, jangan lupa selalu mencocokkan dengan kamus.

b) Cara Baca Kun (Kun-yomi)

Apabila on-yomi adalah cara baca Kanji berdasarkan bahasa Cina, maka cara baca KUN (kun-yomi) adalah sebaliknya. Kun-yomi adalah cara baca Kanji yang ASLI Jepang. Asli Jepang di sini dalam artian tidak terpengaruh oleh Mandarin.
Misalnya contoh berikut.
Contoh Kanji:
剣 = pedang/mata pisau
-> dalam bahasa Jepang dibaca ‘tsurugi’ ( つるぎ )
-> TAK BERHUBUNGAN DENGAN: Mandarin ‘jian’ / on-yomi KEN ( ケン )
Dari contoh di atas terlihat bahwa cara baca KUN adalah asli Jepang. Dalam segi pengucapan dia tidak ada perhubungan dengan Mandarin — hanya penulisannya saja yang menumpang aksara Cina.
Jadi di sini on-yomi dan kun-yomi berperan saling melengkapi. Apabila yang satu membaca Kanji berdasarkan Mandarin, maka yang lain melakukannya secara Jepang. :D
Kembali ke tiga contoh paling awal di muka, maka perbandingan ON/KUN-nya adalah:
Contoh Kanji:
川 = kun-yomi: “kawa” ( かわ ) / on-yomi: “SEN” ( セン )
風 = kun-yomi: “kaze” ( かぜ ) / on-yomi: “FUU” ( フウ )
星 = kun-yomi: “hoshi” ( ほし ) / on-yomi: “SEI” ( セイ )
Untuk dicatat, penjelasan kun-yomi dalam kamus selalu dituliskan dalam huruf hiragana. Oleh karena itu jangan lupa melatih hafalan hiragana untuk membacanya. :)
    CATATAN PENTING!
     
    Walaupun yang dicontohkan di atas cuma satu kun-yomi, kadang ada kanji yang memiliki banyak kun-yomi. Misalnya kanji 空 (langit/kosong) dapat dibaca:
    “sora” ( そら )
    “kara” ( から )
    “aku” ( あく )
    Seperti sebelumnya, jangan lupa untuk selalu mencocokkan dengan kamus.

c) Cara Baca Nanori (Nanori-yomi)

Berbeda dengan dua cara bacaan sebelumnya, cara baca NANORI (nanori-yomi)tidak berhubungan langsung dengan Bahasa Jepang sehari-hari. Pada kenyataannya nanori agak lebih unik; ini adalah pembacaan kanji yang khusus dipakai untuk nama. Nama ini bisa diberikan untuk orang atau tempat/daerah.
Meskipun demikian perlu dicatat bahwa banyak nama Jepang disusun menggunakan kombinasi on-yomi / kun-yomi saja (jadi tidak mutlak harus melibatkan nanori). Barangkali kalau boleh diibaratkan: mau pakai nanori atau tidak itu tergantung yang memberi nama saja. :P Apapun pilihannya, aturan penggunaan nanori adalah untuk pemberian nama.
Contoh kanji yang dapat berdiri sendiri sebagai nama, lewat bacaan nanori:
恵 = berkah / kebaikan
-> dapat dibaca secara nanori sebagai: “satoshi”
-> dapat dibaca secara nanori sebagai: “aya”
-> meskipun begitu, secara kun-yomi dibacanya “megumi”
Nanori bisa juga dipakai sebagai kombinasi dengan on/kun-yomi untuk membentuk nama, misalnya:
飯田 = “Iida”
-> 飯 dibaca nanori: “ii”
-> 田 dibaca kun: “ta”
(gabungan “ii” + “ta” dibaca “Iida”)
Karena khusus untuk dipakaikan nama, tidak semua kanji memiliki nanori-yomi. Kata berkonotasi negatif biasanya tidak punya nanori — hanya sebatas on- dankun-yomi saja.

 
Elemen Dasar Kanji: Radicals (Bushu, 部首 )

Radicals (jp: bushu, 部首 ) adalah kelas kanji yang paling mendasar. Dinamai seperti itu karena mengacu pada bahasa latin radix — dalam bahasa Indonesia berarti “akar”. Kanji yang tergolong radical dapat bergabung dengan kanji lain; membentuk kanji yang baru.
Oleh karena itu, radicals dalam Kanji berarti “akar” yang membentuk Kanji yang lebih kompleks.
Misalnya contoh berikut.
Contoh Radical:
山 = gunung
 
dapat diturunkan menjadi kanji baru:
 
山 (gunung) + 石 (batu) = 岩 (tebing/batu cadas)
山 (gunung) + 風 (angin) = 嵐 (badai) [i.e. “angin besar”]
山 (gunung) + 尢 (patahan) + 夂 (turun) = 峻 (curam)
 
*) mengenai cara baca kanjinya, silakan copy-paste ke WaKan atau JLookUp. =P
Mengenai radicals sendiri aturannya sangat kompleks, oleh karena itu kita takkan membahas terlalu jauh. Lebih lagi tulisan ini maksudnya sekadar pengenalan Kanji. Meskipun begitu intinya relatif sederhana.
Radicals adalah elemen dasar yang membentuk kanji. Kerumitan kanji pada dasarnya adalah sekadar susun-rangkai radicals. Apabila kita hafal radicals, maka menghafalkan kanji jadi lebih mudah. :)
Adapun jumlah radical selengkapnya mencapai angka di atas 200. Daftar radicalyang lengkap beserta turunannya bisa dilihat di: [sini]
***
Sekarang kita kembali membahas contoh. :P
Di atas tadi kita melihat contoh radicals yang relatif straightforward, yakni, mudah ditebak artinya. Meskipun begitu ada juga kombinasi yang agak susah dipahami — biarpun komponen pembentuknya relatif jelas.
Misalnya sebagai berikut.
Contoh Radical:
田 = sawah
 
dapat diturunkan menjadi kanji baru:
 
田 (sawah) + 力 (tenaga) = 男 (pria/lelaki)
田 (sawah) + 心 (hati) = 思 (berpikir)
田 (sawah) + 个 (atap) + 儿 (kaki) = 界 (dunia)
 
*) mengenai cara baca kanjinya, silakan copy-paste ke WaKan atau JLookUp. =P
Entah bagaimana asal-usul pengartiannya, barangkali orang Jepang asli lebih tahu.:P Yang jelas radicals adalah komponen penting dalam membentuk kanji — elemen yang harus dikuasai jika kita ingin bisa baca-tulis Bahasa Jepang.

 
Gabungan Antar Kanji (Jukugo, 熟語 )

Di bagian sebelumnya kita membahas tentang radicals, yakni gabungan komponen untuk membentuk sebuah kanji. Sekarang kita akan membahas tentang gabungan lebih dari satu kanji. Secara istilah kebahasaan gabungan antar kanji ini disebut compound (jp: jukugo, 熟語 ).
Kalau di Bahasa Indonesia, kita sering merangkai kata untuk menjelaskan detail. Misalnya “rumah” + “kayu” = “rumah kayu”. Hal yang sama juga berlaku dalam konteks jukugo — dua buah kanji berperan membentuk ide yang lebih detail.
Misalnya contoh berikut.
電車 (“densha”)
 
dapat dipecah menjadi:
 
電 (listrik) + 車 (mobil/kendaraan)
 
oleh karena itu:
 
電車 = kendaraan listrik = kereta listrik
Contoh lain yang lebih dari dua kanji, misalnya:
武士道 (“bushidou”)
 
dapat dipecah menjadi:
 
武 (sifat ksatria) + 士 (samurai) + 道 (jalan)
 
oleh karena itu:
 
武士道 = jalan keksatriaan samurai
Sebagaimana sudah diutarakan, prinsipnya sama dengan bagaimana kita bermain kata di bahasa Indonesia. Semakin kita ingin detail, maka akan semakin banyak gabungan kanjinya. ^^

Catatan Khusus: Aturan Membaca Jukugo
 
Pada umumnya kombinasi jukugo dibaca secara on-yomi. Dalam contoh“bushidou” ( 武士道 ) tiga kanji dibaca secara ON-ON-ON. Demikian juga “densha”( 電車 ) dibaca secara ON-ON.
Meskipun begitu terdapat pengecualian. Jukugo untuk “Asahi”( 朝日 ) dibaca secara KUN-KUN; “ou-sama” ( 王様 ) dibaca ON-KUN, dan sebagainya. Pengecualian ini banyak macamnya, oleh karena itu, mesti dihafalkan sendiri-sendiri.
Pengecualian juga terdapat pada nama orang/tempat di Jepang. Jukugo pada nama dapat dibaca berupa kombinasi ON, KUN, dan NANORI. Sebagai contoh “Sakurada” ( 桜田 ) dibaca KUN-KUN; “Satou” ( 佐藤 ) dibaca ON-ON; dan “Gunma” ( 群馬 ) dibaca ON-KUN.

***

Yak, kurang lebih seperti itulah materi pengenalan tentang Kanji di blog ini. Seperti biasa pertanyaan, masukan, dan koreksi dapat disampaikan lewat kolom komentar (kalau ada). :)

ILMU BUDAYA DASAR DALAM PANDANGAN

 Ilmu Budaya Dasar (IBD) sebagai mata kuliah dasar umum (MKDU), diberikan kepada mahasiswa di seluruh perguruan tinggi negeri dan swasta, bertujuan untuk mengembangkan daya tangkap, persepsi, penalaran, dan apresiasi mahasiswa terhadap lingkungan budaya. Ada dua hal yang menyebabkan pentingnya pembahasan materi itu, yaitu.
Pertama, tema-tema IBD merupakan tema-tema inti permasalahan dasar manusia yang dialami dan dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, seperti tema-tema yang telah disusun oleh Konsorsium Antar Bidang yang meliputi cinta kasih, keindahan, penderitaan, keadilan, pandangan hidup, tanggung jawab, kegelisahan, dan harapan.
Kedua, pada saat ini, terdapat kecenderungan bahwa ilmu atau ilmuwan sering mengabaikan sikap dan perilaku moral. Banyak di antara ilmuwan yang menganggap bahwa aspek moral itu tidak penting. Menurutnya, aspek yang lebih penting daripada moral dalam suatu ilmu adalah ontologis dan epistemologis. Apabila hal itu yang terjadi, maka ia akan mengabaikan unsur manusiawinya, kurang berbudaya, dan tidak peka terhadap perma­salahan moral. Untuk mengantisipasi hal itu, setiap sarjana dirasa perlu memahami aspek budaya.
Penyusunan buku ini disiapkan dalam beberapa aspek pokok.Mengingat tema IBD sangat luas, maka pembahasannya dilakukan dengan pendekatan multidisiplin ilmu pengetahuan, seperti budaya, filsafat, etika, dan agama. Mengingat begitu luasnya wawasan tema IBD. Dalam buku ini juga dilampirkan tulisan-tulisan ilmuwan yang berkiprah dalam masalah humaniora. Tulisan-tulisan itu bertujuan untuk pendalaman materi pokok IBD melalui pengembangan daya imajinasi dan apresiasi mahasiswa.
B. Ilmu Budaya Dasar
Ilmu Budaya Dasar (IBD) adalah salah satu komponen dari sejumlah matakuliah Dasar Umum (MKDU), sebagai matakuliah wajib yang menjadi kesatuan dengan matakuliah lain di Perguruan Tinggi.
Secara khusus MKDU bertujaun untuk menghasilkan warga negera sarjana yang berkualifikasi sebagai berikut:
a.   Berjiwa Pancasila sehingga segala keputusan serta tindakannya mencerminkan pengamalan nilai-nilai Pancasila dan memiliki intergritas kepribadian yang tinggi, yang mendahulukan kepentingan nasional dan kemanusiaan scbagai sarjana Indonesia.
b.   Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran agamanya, dan memiliki tenggang rasa terhadap pemeluk agama lain.
c. Memiliki wawasan komprehensif dan pendekatan integral di dalam menyikapi permasalah kehidupan baik sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, maupun pertahanan keamanan.
d.  Memiliki wawasan budaya yang luas tentang kehidupan bcrmasyarakat dan secara bcrsama-sama mampu berperan serta meningkatkan kualitas-nya, maupun lingkungan alamiah dan secara bersama-sama berperan serta di dalam pelestariannya.
C. Pengertian Ilmu Budaya Dasar
Secara sederhana IBD adalah pengetahuan yang diharapkan dapat membcrikan pengetahuan dasar dan pengcrtian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah dan kebudayaan.
Istilah IBD dikembangkan di Indonesia sebagai pengganti istilah Basic Humanities yang berasal dari istilah bahasa Inggris “The Humanities’. Adapun istilah Humanities itu sendiri berasal dari bahasa Latin Humanus yang bisa diartikan manusiawi, berbudaya dan halus (fefined). Dengan mempelajari The Humanities diandaikan seseorang ‘akan bisa mcnjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Secara demikian bisa dikatakan bahwa The Humanities berkaitan dengan masalah nilai-nilai, yaitu nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia berbudaya. Agar. manusia bisa menjadi humanus, mereka harus mempelajari ilmu yaitu The Humanities di samping tidak mehinggalkan tanggung jawabnya yang lain sebagai manusia itu sendiri. Kendatipun demikian, Ilmu Budaya Dasar (atau Basic Humanities) sebagai satu matakuliah tidaklah identik dengan The Humanities (yang disalin ke dalam bahasa Indonesia menjadi: Pengetahuan Budaya).
Pengetahuan Budaya (The Humanities) dibatasi sebagai pe­ngetahuan yang mencakup keahlian cabang ilmu (disiplin) seni dan filsafat. Keahlian ini pun dapat dibagi-bagi lagi ke dalam berbagai bidang kahlian lain, seperti seni sastra, seni tari, seni musik, seni rupa dan lain-lain. Sedang Ilmu Budaya Dasar (Basic Humanities) sebagaimana dikemukakan di atas, adalah usaha yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Masalah-masalah ini dapat didekati dengan menggunakan pengetahuan budaya (The Humanities), baik secara gabungan berbagai disiplin dalam pengetahuan budaya ataupun dengan menggunakan masing-masing keahlian di dalam pengetahuan budaya (The Humanities). Dengan poerkataan lain, Ilmu Budaya Dasar menggunakan pengertian-pengertian yang berasa! dari ber­bagai bidang pengetahuan budaya untuk mengembangkan wawasan pemikiran dan kepekaan dalam mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan.
Dengan perkataan lain dapatlah dikatakan bahwa setelah mendapat matakuliah IBD ini, mahasiswa diharapkan memperlihatkan:
a. Minat dan kebiasaan menyelidiki apa-apa yang terjadi di sekitarnya dan diluar lingkungannya, menelaah apa yang dikcrjakan sendiri dan mengapa.
b.  Kesadaran akan pola-pola nilai yang dianutnya serta bagaimana hubungan nilai-nilai ini dengan cara hidupnya sehari-hari.
c.  Keberanian moral untuk mempertahankan nilai-nilai yang dirasakannya sudah dapat diterimanya dengan penuh tanggung jawab dan scbaliknya mcnolak nilai-nilai yang tidak dapat dibenarkan.
D. Tujuan Ilmu Budaya Dasar (IBD).
Sebagaimana dikemukakan di atas, penyajian Ilmu Budaya Dasar (IBD) tidak lain merupakan usaha yang diharapkan dapat memberikan pe­ngetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikem-bftngkan untuk mengkaji msalah-masalah manusia dan kebudayaan, Dengan demikian jelas bahwa matakuliah ini tidak dimaksudkan untuk mendidik seorang pakar dalam salah satu bidang keahlian (disiplin) yang termasuk. dalam pengetahuan budaya, akan tetapi Ilmu Budaya Dasar semata-mata sebagai salah satu usaha mengembangkan kepribadian mahasiswa dengan cara memperluas wawasan pemikiran serta kemampuan kritikalnya terhadap nilai-nilai budaya, baik yang menyangkut orang lain dan alam sekitar­nya, maupun yang menyangkut dirinya sendiri.
Dan bahwa dalam masyarakat yang berkabung semakin Cepat dan rumit ini, mahasiswa harus mcngalami pergeseran nilai-nilai yang , mungkin sekali dapat membuatnya masa bodoh atau putus asa, suatu sikap yang tidak selayaknya dimiliki oleh seorang terpelajar. Bagaimanapun juga, mahasiswa adalah orang-orang muda yang sedang mempelajari cara memberikan tanggapan dan penilaian terhadap apa saja yang terjadi atas dirinya sendiri dan masyarakat sekitarnya. Sudah barang tentu ia perlu dibimbing untuk menemukan cara terbaik yang sesuai dengan dirinya sendiri tanpa harus mengorbankan masyarakat dan alam sekitarnya. Secara tidak langsung  Budaya Dasar akan membantu mereka untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Berpijak dari hal di atas, tujuan matakuliah Ilmu Budaya Dasar adalah untuk mengembangkan kepribadian dan wawasan pemikiran, khususnya berkenaan dengan kebudayaan, agar daya tangkap, persepsi dan penalaran mengenai lingkungan budaya mahasiswa dapat menjadi lebih halus. Untuk bidag menjangkau tujuan tersebut di atas, diharapkan Ilmu Budaya Dasar dapat:
a.Mengusahakan penajaman kepekaan mahasiswa terhadap lingkungan budaya, sehingga mereka akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, terutama untuk kepentingan profesi mereka.
b.Memberi kesempatan pada mahasiswa untuk dapat memperluas pandangan mereka tcntang masalah kemanusiaan dan budaya, serta mengembangkan daya kritis mercka tcrhadap persoalan-persoalan yang mcnyangkut kedua hal tcrscbut.
c.Mcngusahakan agar mahasiswa sebagai caion pcmimpin bangsa dan ncgara, serta ahli dalatn bidang disiplin masing-masing, tidak jatuh ke dalam sifat-sifat kedaerahan dan pengkotaan disiplin yang ketat. Usaha ini tcrjadi karcna ruang lingkup pendidikan kita amat dan condong mem-buat manusia spcsialis yang berpandangan kurang luas. Matakuliah ini berusaha menambah kcmampuan mahasiswa untuk menanggapi nilai-nilai dan masalah dalam masyarakat lingkungan mereka khususnya dan masalah seria nilai-nilai umumnya tanpa terlalu terikat oleh disiplin mereka.
d.Mcngusahakan wahana komunikasi para akademisi, agar mercka lebih mampu bcrdialog satu sama lain. Dengan mcmiliki satu bekal yang sama, para akademisi diharapkan dapat lebih lancar berkomunikasi. Kalau cara berkomunikasi ini selanjutnya akan lebih memperlancar pclaksanaan pembangunan dalam bcrbagai bidang keahlian. Mcskipun spcsialisasi sangat penting, spcsialisasi yang terlalu sempit akan membuat dunia scorang mahasiswa/sarjana menjadi tcrlalu sempit. Masyarakat yang pcrcaya pada pentingnya modcrnisasi tidak akan dapat memanfaat-kan sccara penuh sarjana-sarjana demikian, scbab proses modcrnisasi mcmerlukan orang yang bcrpandangan luas.
Secara umum tujuan IBD adalah Pembentukan dan pengembangan keperibadian serta perluasan wawasan perhatian, pengetahuan dan pemikiran mengenai berbagai gejala yang ada dan timbul dalam lingkungan, khususnya gejala-gejala berkenaan dengan kebudayaan dan kemanusiaan, agar daya tanggap, persepsi dan penalaran berkenaan dengan lingkungan budaya dapat diperluas. Jika diperinci, maka tujuan pengajaran llmu Budaya Dasar itu adalah:
1.Lebih peka dan terbuka terhadap masalah kemanusiaan dan budaya, scrta lebih bertanggung jawab terhadap masalah-masalah tersebut.
2.Mengusahakan kepekaan terhadap nilai-nilai lain untuk lebih mudah menyesuaikan diri.
3.Menyadarkan mahasiswa terhadap nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, hormat menghormati serta simpati pada nilai-nilai yang hidup pada masyarakat.
4.Mengembangkan daya kritis tcrhadap pcrsoalan kemanusiaan dan kebudayaan.
5.Memiliki latarbelakang pengetahuan yang cukup luas tentang kebudayaan Indonesia.
6.Menimbulkan minat untuk mendalaminya.
7.Mcndukung dan mcngcmbangkan kebudayaan sendiri dengan kreatif.
8.Tidak terjerumus kepada sifat kedaarahan dan pengkotakan disiplin ilmu.
9.Menambahkan kemampuan mahasiswa untuk mcnanggapi masalah nilai-nilai budaya dalam masyarakat Indonesia dan dunia tanpa terpikat oleh disiplin mereka.
10.Mempunyai kesamaan bahan pembicaraan, tempat berpijak mengenai masalah kemanusiaan dan kebudayaan.
11.Terjalin interaksi antara cendekiawan yang berbeda keahlian agar lebih positif dan komunikatif.
12.Menjembatani para sarjana yang berbeda keahliannya dalam bertugas menghadapi masalah kemanusiaan dan budaya.
13.Memperlancar pelaksanaan pembangunan dalam berbagai bidang yang ditangani oleh berbagai cendekiawan.
14.Agar mampu memenuhi tuntutan masyarakat yang sedang membangun.
15.Agar mampu memenuhi tuntutan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dharma pendidikan.
Dari  kerangka tujuan yang telah dikemukakan tersebut diatas, dua masalah pokok biasa dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan ruang lingkup kajian matakuliah Ilmu Budaya Dasar (IBD). Kedua masalah pokok tersebut ialah :
a.Berbagai aspek kehidupan yang seluruhnya mcrupakan ungkapan masalah kemanusiaan dan budaya yang dapal didekati dengan menggunakan pe­ngetahuan budaya (The Humanities), baik dari segi masing-masing keah­lian (disiplin) di dalam pengetahuan budaya, maupun sccara gabungan (anlar bidang) bcrbagai disiplin dalam pengetahuan budaya.
b.Hakekat manusia yang satu atau universal, akan tetapi yang beraneka ragam perwujudannya dalam kebudayaan masing-masing zaman.
Proses budaya sebagai kemapanan Emosional
Dari Basic Cultural , akan dapat diketahui kemapanan emosi dan sosialnya. Dan ini akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung dengan adat kebiasaan hidupnya sehari-hari dalam interaksinya (pergaulan) dengan manusia lain, pengaruh lain yang ditimbulkan secara individu adalah ketrampilan yang diperoleh dari interaksi yang terjadi terus-menerus tersebut, sehingga bisa melekat pada diri individu itu selama-lamanya. Seperti bunyi pepatah “ Lain lading lain belalang-lain lubuk lain pula Ikannya “ artinya disuatu tempat akan beda cara dan kebiasaanya sehari-hari dengan tempat lain.
Bidang ilmu yang dibawanya kelak juga akan dipengaruhi oleh budaya dan adapt istiadat yang sudah melekat dalam dirinya.
Maka seringkali kita saksikan, sebuah perilaku sosial yang menyimpang dari adat kebiasaan yang lazim, Dan itu terjadi 1 orang dari 10 orang yang lain yang memiliki sikap yang berbeda. Namun kita tidak bisa menjustifikasi atau menghakimi tindakan dia salah, karena fenomena yang terjadi pada diri seseorang berasal dari kejadian yang ditimbulkan sebelumnya.Sikap-sikap tersebut adalah :
1.Angkuh
2.Sombong
3.Mau menang Sendiri
4.Egois
5.Sektarian
6.Acuh tak acuh
Sikap-sikap tersebut akan terbawa pada saat mereka memiliki kepandaian atau pengetahuan, sehingga akan menjadi lain manakala ilmu tersebut digunakan pada hal-hal yang buruk.
Ada sementara orang yang mengatakan bahwa sikap yang berbeda akan membawa dampak kemajuan dalam hidupnya, tetapi dilain pihak ada yang mengatakan sebaliknya, yaitu membawa kehancuran dalam dirinya. Yang terbaik adalah keselarasan yaitu membentuk sikap yang selaras dan sesuai dengan norma-norma yang ada di masyarakat. Dari perpaduan orang yang memiliki pribadi yang baik dan ilmu yang dimiliki, akan berguna bagi umat manusia.
Berkesenian dapat membentuk sikap dan pribadi yang baik, hal ini dapat dilakukan apabila seseorang memahami proses sebuah penciptaan karya seni, dimana dari awalnya ada proses : “ CIPTA – RASA – KARSA “
1.CIPTA : Adalah sebuah proses perenungan yang dilakukan dengan kontemplasi, yang dalam hal ini didasarkan dari kedalaman ilmu seseorang dari olah batin, pengetahuan, wawasan serta ketajaman intuisi seseorang hingga tercipta sebuah karya seni.
2.RASA : Setelah proses pertama selesai, maka selanjutnya dari hasil penciptaan hingga menghasilkan karya seni tersebut sebelum di edarkan atau diinformasikan pada orang  lain, dirasakan terlebih dahulu oleh sang pembuatnya. Dari proses ini terjadi perpaduan antara pikiran dan perasaan sehingga terjadi dialog yang kemudian bisa memutuskan layak dan tidaknya karya ini ditampilkan.
3.KARSA : setelah selesai dalam proses pengkombinasian tersebut, maka kemudian dilakukan proses tahapan terakhir yaitu mengkarsakan atau memvisualisasikan dalam bentuk gerakan, lukisan, tulisan atau bentuk lain yang diinginkan.
Proses – proses tahapan tersebut terjadi begitu cepat, tergantung dari kemampuan seseorang dalam memadukan segala potensi yang dimilikinya.

Rabu, 29 Oktober 2014

ARSITEKTUR MODERN TIPE CUBISM


Ø Eklektikisme: terdapat kecenderungan untuk mencampur adukkan semua jenis gaya
arsitektur, terkadang tanpa mengindahkan kaidah komposisi dan
estetika.
Ø Neo Klasik: hanya mengambil satu bentuk/gaya arsitektur klasik Yunani atau
Romawi, dengan proses, teknologi dan material baru.
Beberapa latar belakang yang mempengaruhi masa transisi dari periode arsitektur eklektik ke periode arsitektur modern awal, sebagai cikal bakal arsitektur modern yang berkembang selanjutnya adalah kejenuhan terhadap keglamoran dan kepalsuan bentuk akibat terlalu bersoleknya arsitektur—akibat banyaknya ornamen—pada periode sesungguhnya. Hal ini memunculkan adanya ide baru terhadap gaya arsitektur, yang dijadikan pegangan dalam perkembangan arsitektur modern. Ide-ide itu adalah:
Ø Kesederhanaan
Penggunaan bentuk abstrak yang sederhana atau geometris murni. Biasanya menggunakan bentuk-bentuk dasar lingkaran, bujur sangkar, dan segitiga.
Ø Ke-murni-an (puris)
Menciptakan hal yang baru tanpa mencontoh / menjiplak periode terdahulu. Kecenderungan untuk tidak bersikap pragmatis dan iconic ini merupakan suatu upaya untuk memutuskan rentetan kejadian arsitektur masa lalu, terutama dalam pemciptaan bentuk yang benar-benar baru.
Ø Universalitas (global)
Karena kesederhanaan bentuk maka bentuk yang terjadi dapat diterima semua kalangan, baik yang berada di satu wilayah yang sama maupun yang berbeda wilayah. Hal ini membuat arsitektur modern tampil polos dengan bentuk geometri saja. Tidak ada pembedaan langgam/style pada daerah yang berbeda.
Ø Antilokalitas dan Romantisme
Bentuknya sama dimanapun arsitektur itu berada (berkaitan dengan universalitas), lugas, tanpa kesempatan untuk “berpuisi ria”. Antilokalitas juga merupakan suatu upaya untuk melepaskan diri dari pengaruh arsitektur periode sebelumnya yang mengedepankan simbol-simbol vernakular.
Ø Kesan bangunan steril dan anti ornamen atuau order (langgam)
Tampangnya bersih tanpa ada ornamen atau langgam-langgam. Tidak mempunya identitas, sebagai akibat dari sikap arsitek pada masa itu yang “alergi” terhadap nilai kelokalan dan kepalsuan akibat ornamen.
Ø Asimetris
Suatu upaya untuk membuang image arsitektur pra-modern yang selalu digambarkan kaku, terikat pada kaidah-kaidah simetri. Sebagai hasilnya, arsitektur yang terjadi lebih bersifat dinamis.
Ø Teknologi dan material
Menggunakan cara atau proses baru yang berbeda dari arsitektur sebelumnya, di samping itu juga didapatkan temuan material baru seperti beton bertulang (reinforced concrete), besi, baja dan lain-lain. Selain itu teknologi pengolahan baru
Ø Sosialistik
Terkesan merakyat (tidak borjuis) karena bentuknya yang sederhana dan tanpa ornamen
Adanya ide-ide baru inilah membuat arsitektur modern menerima banyak kritikan di tahun 1970, karena arsitektur ini dinilai tidak mempunyai identitas, tidak memiliki ekspresi, serta tidak modis.
Terdapat dua ciri umum yang menjiwai periode modern yaitu:
1. Fungsionalisme
Pada era pra modern, yang dianggap sebagai arsitektur hanyalah bangunan-bangunan gereja dan istana. Bangunan diluar kedua tipe bangunan tersebut (seperti perumahan) tidak dianggap sebagai suatu arsitektur. Pada era modern timbul aktivitas-aktivitas baru yang membutuhkan wadah akibat dampak dari revolusi industri. Mulai bermunculan bangunan-bangunan pabrik, perkantoran, dan sebagainya.
Sebagai akibat Revolusi Industri, cara produksi bergeser dari teknik individual yang cenderung custom made, menjadi teknik produksi massal yang mengedepankan kebutuhan akan produk yang cepat dan murah. Pada sudut pandang arsitektur, hal ini ditandai dengan adanya kebutuhan akan pemukiman yang murah dan efisien.
Fungsionalisme kemudian timbul atas latar belakang di atas. Arsitektur modern mengedepankan fungsi dimana suatu arsitektur dapat mewadahi aktivitas. Berbeda dengan arsitek pada masa pra modern yang menata berdasarkan tipologi, arsitek modern menata berdasarkan fungsi.
2. Purisme
Purisme berasal dari akar kata pure (murni). Pada era modern arsitekturnya berusaha menjaga kemurnian bentuk geometrikal yang lepas dari ornamen-ornamen seolah-olah arsitektur modern alergi terhadap ornamen. Bentuk harus ditampilkan dengan sejujur-jujurnya (anti kamuflase).
Kecenderungan pada era ini adalah bahwa selama fungsi struktural dapat terpenuhi maka fungsi estetika boleh diabaikan. Hal ini menyebabkan tipe-tipe bangunan pada jaman ini hampir sama hanya dibedakan dari fungsinya saja ( bentuk merupakan nomor dua setelah fungsi )

a. KUBISME tahun 1910
Arsitektur dianggap merupakan salah satu cabang dari seni rupa dan terpengaruh dengan trend seni rupa yang dipopulerkan oleh Pablo Picasso. Cirinya :
§ Geometrisasi fenomena alam, tidak tampil realistik
§ Memperlihatkan bagaimana benda-benda dipengaruhi oleh cahaya
§ Banyak mempermainkan unsur panjang lebar tinggi yang dikomposisikan dengan cahaya (baik alam maupun buatan)
§ Mengganggap arsitektur adalah rancangan ruang bukan kulit. Yang dirancang adalah volume bukan tampilan dari bidang-bidangnya
§ Mengganggap arsitektur adalah sebagai wadah atau kontainer dari suatu aktivitas.
Arsitek yang terkenal dari gaya ini:
Ø Le Corbusier
Arsitektur dianggap sebagai mesin hidup (living machine), yang terdiri dari bagian-bagian yang merupakan sebuah sistem dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (sistem pencahayaan, sistem struktur, dan sistem utilitas).
Falsafahnya tentang arsitektur adalah menciptakan rasa aman, keramah tamahan, kebahagiaan serta kesatuan yang harmonis dari bentuk-bentuk yang ada di bumi ini dan hubungannya dengan skala manusia. Selain itu desainnya dipengaruhi oleh bentuk-bentuk geometris, penggunaan beton eksposed dan permainan bayangan (seperti seni patung)
Ø Frank Lloyd Wright
Dengan paham dasar 
organic architecture, arsitektur diang-gap sebagai unsur organik dari alam (naturally). Karyanya yaitu museum Guggenheim di New York didisain seperti “siput beton”—spiral yang ber-kelanjutan naik dari lantai sampai keatas. Sedang dalam karyanya yaitu Johnson Administration Building kolom beton bertulangnya berbentuk seperti bunga lili . Lantainya berbahan pirex glass yang memberikan cahaya difus, jadi pengunjung yang datang seakan-akan membayangkan dirinya berada di dalam kolam dan di bawah naungan bunga-bunga Lili. Dalam mengembangkan semangat Purisme, Wright selalu menunjukkan keaslian karakteristik materialnya, “Dimana batu digunakan sebagai batu, kayu sebagai kayu dan kaca sebagai kaca”. Pengaplikasian konsep ini dapat kita lihat pada Fallingwater. Unutuk menunjang kesan Natural bangunan yang berdiri di atas air terjun ini, material lantai dan dindingnya adalah batu alam.


Konsep Kubisme yaitu permainan unsur vertikal dan horisontal yang juga dimasukkan dalam karya ini. Hal ini terlihat pada permainan-permainan kantilever-kantilever betonnya.