Rabies bisa berakibat fatal bahkan mematikan jika tak segera ditangani. Namun, penelitian terbaru menguak sejumlah kecil penduduk yang tinggal di daerah terpencil di Peru punya kekebalan alami terhadap virus itu.
Fakta itu membuat para ilmuwan optimistis bisa menemukan vaksin baru untuk menangkal rabies, dari jurus rahasia orang Peru: gigitan kelelawar vampir.
"Mayoritas korban yang tertular virus rabies berlanjut ke infeksi yang fatal,"kata pemimpin studi, Amy Gilbert dari Centres for Disease Control and Prevention (CDC), seperti dimuat Daily Mail.
"Mayoritas korban yang tertular virus rabies berlanjut ke infeksi yang fatal,"kata pemimpin studi, Amy Gilbert dari Centres for Disease Control and Prevention (CDC), seperti dimuat Daily Mail.
Namun, hasil penelitian mendukung gagasan keberadaan resistensi alami atau peningkatan kekebalan di komunitas tertentu yang secara terus-menerus terancam rabies. "Ini berarti ada cara untuk mengembangkan perawatan ekfektif yang bisa menyelamatkan nyawa di area di mana rabies masih terus-menerus menyebabkan kematian," kata dia.
Para ahli memperkirakan, rabies menyebabkan 55.000 orang tewas setiap tahunnya, hanya di Afrika dan Asia. Peningkatan kasus rabies juga terlihat di China, negara pecahan Uni Soviet, Afrika Selatan, dan Amerika Selatan.
Studi tersebut yang bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Peru, merupakan bagian dari proyek besar untuk memahami secara lebih baik interaksi kelelawar vampir dan manusia, termasuk penularan rabies dari hewan itu. Juga penyakit lain yang mungkin ditularkan oleh binatang malam tersebut.
Dalam penelitiannya, para ilmuwan bepergian ke dua wilayah terpencil di Amazon, Peru, di mana infeksi rabies akibat gigitan kelelawar terjadi terus-menerus selama dua dekade terakhir. Bahkan bisa merenggut nyawa.
Mereka mewawancarai 92 orang, 50 di antaranya pernah digigit kelelawar vampir. Kemudian, sampel darah diambil dari 63 responden, tujuh di antaranya atau sekitar 11 persen memiliki antibodi yang menetralkan virus rabies. Satu orang di antaranya dilaporkan pernah mendapatkan vaksi rabies, sementara sisanya lainnya memiliki kekebalan secara alami, tanpa intervensi medis.
Para peneliti mengakui, mereka belum menyimpulkan, faktor apa yang menyebabkan virus verubah menjadi antibodi, atau sebaliknya jadi penyakit. Namun, mereka yakin, bukti itu menunjukkan paparan virus rabies kelelawar vampir tak selalu fatal bagi manusia.
"Kita semua masih setuju bahwa hampir setiap orang yang ditemukan mengalami gejala klinis rabies bisa meninggal," tambah Gilbert. "Tapi kasus seperti ini belum pernah ditemukan sebelumnya, di mana di daerah terisolasi yang berisiko tinggi, di mana orang tertular rabies, entah mengapa tak sampai jadi penyakit."
Di wilayah Amazon, Datem del Maranon, di mana penelitian ini dilakukan, kelelawar vampir penghisap darah biasanya ke luar malam hari untuk berburu darah ternak. Tapi, mereka pun mengincar manusia dengan cara menancapkan gigi mereka yang sangat tajam dan melepaskan antikoagulan yang secara alamiah terbentuk dalam air liur mereka. Ia bisa mengisap darah tanpa membangunkan manusia.
Virus rabies diketahui beredar luas di antara koloni kelelawar vampir di wilayah tersebut.
Dalam editorial yang menyertai penelitian, Rodney Willoughby, spesialis penyakit anak di Rumah Sakit Anak Wisconsin mengatakan, temuan itu sangat penting. "Untuk membantu mengembangkan pengobatan baru yang jiwa pasien terinfeksi rabies
Para ahli memperkirakan, rabies menyebabkan 55.000 orang tewas setiap tahunnya, hanya di Afrika dan Asia. Peningkatan kasus rabies juga terlihat di China, negara pecahan Uni Soviet, Afrika Selatan, dan Amerika Selatan.
Studi tersebut yang bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Peru, merupakan bagian dari proyek besar untuk memahami secara lebih baik interaksi kelelawar vampir dan manusia, termasuk penularan rabies dari hewan itu. Juga penyakit lain yang mungkin ditularkan oleh binatang malam tersebut.
Dalam penelitiannya, para ilmuwan bepergian ke dua wilayah terpencil di Amazon, Peru, di mana infeksi rabies akibat gigitan kelelawar terjadi terus-menerus selama dua dekade terakhir. Bahkan bisa merenggut nyawa.
Mereka mewawancarai 92 orang, 50 di antaranya pernah digigit kelelawar vampir. Kemudian, sampel darah diambil dari 63 responden, tujuh di antaranya atau sekitar 11 persen memiliki antibodi yang menetralkan virus rabies. Satu orang di antaranya dilaporkan pernah mendapatkan vaksi rabies, sementara sisanya lainnya memiliki kekebalan secara alami, tanpa intervensi medis.
Para peneliti mengakui, mereka belum menyimpulkan, faktor apa yang menyebabkan virus verubah menjadi antibodi, atau sebaliknya jadi penyakit. Namun, mereka yakin, bukti itu menunjukkan paparan virus rabies kelelawar vampir tak selalu fatal bagi manusia.
"Kita semua masih setuju bahwa hampir setiap orang yang ditemukan mengalami gejala klinis rabies bisa meninggal," tambah Gilbert. "Tapi kasus seperti ini belum pernah ditemukan sebelumnya, di mana di daerah terisolasi yang berisiko tinggi, di mana orang tertular rabies, entah mengapa tak sampai jadi penyakit."
Di wilayah Amazon, Datem del Maranon, di mana penelitian ini dilakukan, kelelawar vampir penghisap darah biasanya ke luar malam hari untuk berburu darah ternak. Tapi, mereka pun mengincar manusia dengan cara menancapkan gigi mereka yang sangat tajam dan melepaskan antikoagulan yang secara alamiah terbentuk dalam air liur mereka. Ia bisa mengisap darah tanpa membangunkan manusia.
Virus rabies diketahui beredar luas di antara koloni kelelawar vampir di wilayah tersebut.
Dalam editorial yang menyertai penelitian, Rodney Willoughby, spesialis penyakit anak di Rumah Sakit Anak Wisconsin mengatakan, temuan itu sangat penting. "Untuk membantu mengembangkan pengobatan baru yang jiwa pasien terinfeksi rabies
Tidak ada komentar:
Posting Komentar